Pada suatu sore, di sebuah pedesaan di
kota bandung, turun hujan yang sangat deras. Seorang anak laki-laki berlari
sekuat tenaga mencoba
menghindari air hujan. Kala itu jalanan sangat sepi dan petir seakan melepas kemarahan
pada bumi. Kaki
bocah itu terlalu
pendek untuk melawan serbuan
air yang menghujam cepat. Secepat apapun dia berlari pada akhirnya dia disergap oleh hujan, membuatnya
basah dan
kedinginan. Ada rasa
takut menggerayangi pikirannya. Sore itu begitu sepi. Dalam ketakutannya
itu dia menerobos air hujan, tak menghiraukan
jalanan yang licin dan berlubang. langkah kaki yang
kecil
memikul ketakutan
yang besar, tubuh yang sudah lemah dan kedinginan
itu ingin cepat sampai
rumah.
Pada akhirnya, langkah kakinya terhenti di depan pintu sebuah
rumah. meski bajunya kini menjadi
basah, dan
tubuhnya
yang kecil
bergetar didekap dingin,
yang terpenting
baginya adalah wujud ketakutan sudah tertinggal jauh dari
punggungnya.
“tok tok tok.” Anak itu mengetuk pintu rumah. “assalamu ‘alaikum
nek.” Salam yang keluar
dari
tubuhnya
yang kedinginan. “nek, cepat buka pintunya nek, dingin!” suaranya
bertambah keras. Terlihat
wajahnya mulai pucat dan kedinginan. Dia membuka bajunya di depan pintu, memeras baju tersebut agar
tidak terlalu basah ketika
masuk rumah.
“Wa ‘alaikum salam.” Balas seseorang di dalam rumah. Orang ini hendak membukakan
pintu untuk si anak kecil. Dia melangkahkan
kakinya
begitu perlahan, meraba bilik rumahnya sambil mencari-cari letak
kunci
yang tadi
dia simpan.
Tak lama kemudian pintu rumah itu dibuka oleh seorang
perempuan.
tubuhnya
membungkuk seakan
memikul bebatuan, rambutnya abu-abu
dan
sudah tidak menyisakan kemilau. wanita
tua itu bernama minah, umurnya 63 tahun.
Dia tinggal
di sebuah rumah kecil di perkampungan
yang jauh dari
kota. hidup berdua dengan seorang cucu
yang sudah dianggap
sebagai anaknya sendiri.
Baca kelanjutan ceritanya di sini. Download di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar