Selasa, 11 Februari 2014

IKRO



Pada suatu sore, di sebuah pedesaan di kota bandung, turun hujan yang sangat deras. Seorang anak            laki-laki   berlari sekuat    tenaga          mencoba menghindari air hujan. Kala itu jalanan sangat sepi dan petir seakan melepas kemarahan pada bumi. Kaki bocah itu terlalu pendek untuk melawan serbuan air yang menghujam cepat. Secepat apapun dia berlari pada akhirnya dia disergap oleh hujan, membuatnya basah dan kedinginan. Ada rasa takut menggerayangi pikirannya. Sore itu begitu sepi. Dalam ketakutannya itu dia menerobos air hujan, tak menghiraukan jalanan yang licin dan berlubang. langkah kaki yang kecil memikul ketakutan yang besar, tubuh yang sudah lemah dan kedinginan itu ingin cepat sampai rumah.

Pada akhirnya, langkah kakinya terhenti di depan pintu sebuah rumah. meski bajunya kini menjadi basah, dan tubuhnya yang kecil bergetar didekap dingin, yang terpenting baginya adalah wujud       ketakutan sudah     tertinggal jauh       dari punggungnya.

tok tok tok. Anak itu mengetuk pintu rumah. assalamu alaikum nek. Salam yang keluar dari tubuhnya yang kedinginan. nek, cepat buka pintunya nek, dingin!” suaranya bertambah keras. Terlihat
wajahnya mulai pucat dan kedinginan. Dia membuka bajunya di depan pintu, memeras baju tersebut agar tidak terlalu basah ketika masuk rumah.

Wa alaikum salam. Balas seseorang di dalam rumah. Orang ini hendak membukakan pintu untuk si anak kecil. Dia melangkahkan kakinya begitu perlahan, meraba bilik rumahnya sambil mencari-cari letak kunci yang tadi dia simpan.

Tak lama kemudian pintu rumah itu dibuka oleh seorang perempuan. tubuhnya membungkuk seakan memikul bebatuan, rambutnya abu-abu dan sudah tidak menyisakan kemilau. wanita tua itu bernama minah, umurnya 63 tahun. Dia tinggal di sebuah rumah kecil di perkampungan yang jauh dari kota. hidup berdua dengan seorang cucu yang sudah dianggap sebagai anaknya sendiri.

Baca kelanjutan ceritanya di sini. Download di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar